Senin, 14 Oktober 2019

Rumah terbaik

Tak ada tempat yang terbaik selain rumah sakit jiwa. Itu menurut Alma saat mengantarkan saudara kembarnya untuk berobat di sana. Alma yakin, setelah mengirimkan Alna ke rumah sakit jiwa, hidupnya akan baik-baik saja tanpa mendengar ocehan dari korban pemerkosaan seperti Alna, saudara kembarnya itu.

Alma sudah lelah setiap hari harus mengurusi Alna yang menurutnya sudah berada di tingkat 'stres'. Alma tak mau repot-repot. Biarkan saja para dokter dan perawat khusus di sana yang merawatnya. Dia hanya tinggal bayar saja. Kalau Alna sudah baikan, dia akan membawa saudaranya pulang. Atau, biarkan saja Alna mendekap di sana.

Kalau Alna sudah tidak memungkinkan, Alma tinggal menyiapkan keranda saja.

Alma ingin pikiran dan dirinya tidak terganggu oleh Alna. Saudaranya menyusahkan saja.

Sungguh, dia tidak ingin ikutan gila seperti Alna.

14 Oktober 2019
-Hari ini mengetahui berita kalau salah satu artis Korea bunuh diri karena tekanan mental. Tulisan ini kudedikasikan untuk kamu, kamu, kamu, dan kamu semua yang harus memikirkan kesehatan mental-

Jumat, 04 Oktober 2019

Celengan

"Mau dibawa ke mana?" tanyamu dengan mata menyelidik. Aku tidak bisa menjawab pertanyaanmu selain memegang celengan babi yang kamu tanyakan.

"Mau dibawa ke rumah Mama?"

Tepat!

Aku meneguk ludah.

"Bim, udah kubilang, Mama enggak bakal nerima uang itu, apalagi asal usul uang itu enggak jelas," katamu. Aku bisa mendeskripsikan wajahmu yang lelah mengulang  penjelasan.

"Tapi, Mama butuh," cicitku.

"Bim," panggilmu. Kamu memutar mata dan mencoba mendekatiku.

Dengan cepat aku menghindarkan celengan darimu.

"Jangan, Dara! Ini buat Mama. Mama lagi sakit! Biar sembuh, Mama harus berobat! Kita enggak punya uang selain dari celengan ini!" pekikku, tidak tahan atas penbungkaman berhari-hari karena kamu terus melarangku.

"Bima! Tapi kita enggak tahu uang dari celengan itu dari mana!" Kamu tak mau kalah, ikut memekik.

Depok, 4 Oktober 2019
-sedang mencoba untuk mengungkapkan kembali sensasi menulis-

Kamis, 03 Oktober 2019

Dunia di Luar

Berdiri di sana, seorang gadis mrngenakan almamater institusi terbaik negeri sembari menggenggam sebongkah batu. Di sekitarnya, ribuan manusia meneriakkan keadilan. Dan, dia hanya terdiam, memandangi pemandangan riuh dan ramai yang sebentar lagi akan binasa. Itu yang akan dia lakukan.

Akan tetapi ...

Batu di tangannya jatuh begitu saja. Efek suara yang ditimbulkan batu yang bergesek dengan aspal tidak mengganggu demonstrasi yang sedang berlangsung.

Tepat di mata gadis itu, manusia-manusia semakin membludak. Tiba-tiba dia ketakutan. Kehancuran yang akan dia lakukan tentu saja, sudah pasti, gagal.

Pinggiran Kota Jakarta, 3 Oktober 2019
-Curahan mahasiswa semester tua dari  kamar-