Rabu, 20 Agustus 2014

Sebuah Arti Persahabatan (Cerpen) - Repost

Langit jingga menjadi kelam. Bintang-bintang bermunculan menampakkan pesona sinarnya. Serta rembulan purnama yang senantiasa menjadi dewi di malam ini. Mataku berbinar menatap langit malam. Tak ada habis-habisnya untuk dipandang. Nyanyian jangkrik pun mengiringi alunan angin yang berhembus dan menerpa rambut panjangku. Aku sunggingkan senyum menikmati setiap hembusan angin malam yang menyejukkan dan menenangkan hatiku.
 “Aku benci sama kamu!”

“Aku juga benci sama kamu!”
“Kamu jahat! Kamu melukai perasaanku! Kamu bukan seperti dulu lagi! Selalu membelaku, memberiku semangat, sekarang apa? Kamu mengkhianatiku!”
“Bagaimana Aku tidak mengkhianatimu? Kamu mengejekku tadi.”
“Tapi itu.. Aku hanya bercanda!”
“Bercanda? Tapi, kamu sudah keterlaluan!”
“Tidak! Kamu yang keterlaluan! Kamu hampir membunuhku!”
“Baiklah. Sekarang persahabatan kita PUTUS!”
Aku menghela napas. Peristiwa itu terus membayangiku sampai saat ini. Aku memutuskan untuk tidak bersahabat lagi dengannya. Padahal kami sudah bersahabat sejak lama. Satu bintang membuatku terhipnotis. Bintang itu menyendiri. Akan tetapi lebih terang dibandingkan bintang bintang lainnya. Dan aku… menyukainya.
“Hei, lihat bintang itu. Sangat indah, kan?” Ia menunjuk sebuah bintang.
“Iya. Bintang itu membuat cahaya yang begitu terang dan mepesona. Apakah di sana ada kehidupan?”
“Sepertinya ada…” Aku menoleh. Ia tersenyum padaku begitu tulus.
“Maksudmu?”
“Bintang itu ada kehidupan. Kehidupan hmm… mungkin arti persahabatan kita. Kita menemukan bintang itu. Satu bintang yang mempunyai arti yang indah. Seindah cahaya yang dipantulkannya.”
“Pokoknya, bagaimana pun juga, kita harus bersahabat seterang dan bintang, itu ya?” Aku menunjuk seraya berseru gembira. Ia menganga mendengar tuturan ucapanku tadi. Ia mengacungkan jari kelingkingnya dan mengangguk untuk memintaku menautkannya. Aku langsung menautkan jari kelingkingku dan menyunggingkan senyuman
“Janji.”
“Janji.”
Aku tersenyum. Kenangan itu terasa pahit untuk dikenang. Bintang itu mengingatkanku tentangnya. Tentang persahabatan yang selalu terjalin lekat seperti lem yang tak ingin berpisah dengan kertas. Aku rindu dengannya!
"BREESSS….."
Hujan begitu deras. Aku tersentak dan segera menutup jendela kamarku. Pantas saja, udara cukup dingin. Ternyata hujanlah yang menyebabkan itu. Aku lalu duduk di bangku meja belajarku. Aku menelungkupkan wajah dan… secara refleks air mataku mengalir seiring derasnya hujan yang mengguyur kotaku saat ini.
Aku mendongak. Bintang bintang telah tertutup oleh awan abu abu. Bintang yang Aku sukai bersembunyi di balik awan. Aku menyadari sesuatu. Persahabatanku dengannya mungkin memang sampai di sini.
“Arlinda, tadi ada telepon dari mamanya Kayna.”
“Kenapa, Ma, sama anak egois itu? Mau coba bunuh diri?” kataku acuh tak acuh. Aku tetap melanjutkan belajarku yang sempat tertunda karena masalah dari Kayna yang egois itu.
“Kamu yang sabar, ya?” Mamaku mengelus helaian rambutku berusaha menenangkanku. Aku mengerutkan dahi. Tak mengerti maksud mama.
“Kayna.. me.. nin..ngg..gal.. du..ni..nnia…” Bagai disambar petir, hatiku merasa terkejut mendengar pernyataan itu. Entah kenapa muncul rasa bersalahku kepada Kayna.
“Dia.. beneran bunuh diri?” Mama menggeleng lemah. Air mataku sudah mengalir. Mama langsung memelukku erat.
“Kayna meninggal dunia karena tertabrak truk tadi pagi, ketika pergi ke warung.”
Aku benar-benar terperangah mendengar itu…
Aku menyesal. Mengapa aku katakan itu? Aku bisa mencoba bersabar dan tidak membalas makiannya. Aku BENCI DIRIKU SEKARANG! Aku tak pernah becus menjadi seorang sahabat.
Mataku beralih ke sudut meja. Di sana terdapat pigura putih kecil dengan ujungnya terdapat bentuk bintang. Foto saat aku dan dia tertawa bahagia menatap kamera. Eksis. Aku meraihnya. Wajah riang Kayna sangat teduh. Seragam putih biru saat pertama kali kami menjadi siswa SMP sangat menyenangkan untuk dikenakan.
Sekarang? Sekarang ia telah pergi. Sangat jauh dari sini. Tempat dimana ia bisa nyaman tinggal. Di atas sana. Aku menyeka air mataku. Aku belum meminta maaf. Masalah sepele itutak bisa kami selesaikan dengan baik-baik. Yang ada hanya persahabatan yang tak bisa tersambung kembali dan hilang meninggalkan kenangan memahitkan.
Aku meraih binder kecil dari laci meja. Kubuka perlahan setiap lembar. Kugoreskan semua perasaanku hari ini. Tanggal 23 September 2010. Hari dimana aku bebas mengungkapkan semua rasa. Rasa kehilangan seorang sahabat…
Saat kenangan itu singgah,
Rasa rindu menyergapku untuk memelukmu erat
Aku tahu, ini keterlaluan
Tapi, bagaimana dengan hati yang terlanjur
Untuk menyesal?
 
Semoga dirimu di sana
Kan baik baik saja..
Untukmu selamanya..
Disini aku kan selalu
Rindukan dirimu…
Wahai sahabatku…

 (Rio Idola Cilik - Rindukan Dirimu)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar