Selasa, 18 November 2014

Memoar Bagi Masa - Cerpen



“Saat kamu kehilangan arah dan jiwa, kamu harus percaya, ada seseorang yang dikirim
Tuhan untuk menemani hari sepimu.”




     Hujan perlahan merinaikan rintikan kisahnya. Angin bergelut dengan hujan menyerbu sekian detik menimbulkan suara pekikan guntur menggelegar. Sayup-sayup suara adzan dzuhur terdengar kala gadis itu menelengkan kepalanya memandang pisau dapur yang tergeletak begitu saja di dekat kompor. Tak ia hiraukan panggilan merdu dari-Nya alih-alih mengambil pisau itu dan menggoreskan ke nadi tangan kirinya.
Copyright © 2014 Andhea

Rabu, 20 Agustus 2014

Memori Tentang Kita

Saat semburat jingga menjadi kelam
Saat mimpi itu menjadi nyata
Saat kenangan itu terlupakan

Saat Menunggu Hujan (Cerpen) - Repost

Langit tampak mendung. Udaranya juga sangat menusuk bulu roma di sekitar kulitku. Aku mendekap tubuhku menghangatkan badan yang sudah dingin.
Aku berlari kecil di rinaian hujan yang cukup deras untuk mencari perlindungan. Aku menyesal, payung yang biasanya kubawa ke sekolah, tertinggal di rumah. Aku berhenti di halte terdekat dan duduk

Sebuah Arti Persahabatan (Cerpen) - Repost

Langit jingga menjadi kelam. Bintang-bintang bermunculan menampakkan pesona sinarnya. Serta rembulan purnama yang senantiasa menjadi dewi di malam ini. Mataku berbinar menatap langit malam. Tak ada habis-habisnya untuk dipandang. Nyanyian jangkrik pun mengiringi alunan angin yang berhembus dan menerpa rambut panjangku. Aku sunggingkan senyum menikmati setiap hembusan angin malam yang menyejukkan dan menenangkan hatiku.
 “Aku benci sama kamu!”

Minggu, 22 Juni 2014

Pesan dari Angin Untukmu

Setiap hari aku menunggumu. Tiada hari tanpa memikirkanmu. Tapi apa daya? Kau tiada kunjung datang menghampiriku. Membawaku dalam angan-angan yang tak henti kuciptakan dalam benakku. Kemanakah kau pergi? Kemanakah kau menetap? Kemanakah kau sekarang?
Aku disini, berdiri di padang rumput luas, bermain dengan dandelion dan meniup putiknya sembari berbisik, “aku mencintaimu. Aku menunggumu.” Angin memang mengantarkan pesanku, menjelajah mencari dirimu. Apakah kau menerima pesan itu? Ataukah kau melawan angin?
Wahai angin, jikalah demikian, kumohon menjauhlah dari dirinya. Biarkan desiran pesan itu kau bawa dan kau hempas sejauh-jauhnya seperti yang ia lakukan kepadamu - pesanku.
Kalaupun berakhir seperti ini, janganlah biarkan diriku menanti dirimu yang tak pasti, membiarkan diriku merangkai kata cinta penuh harap namun sia-sia, membiarkan liquid bening sepuasnya menggenang di pelupuk mataku hingga memutuskan untuk memberontak.
Aku mohon kepadamu. Tentukan pilihanmu. Mengarungi setiap langkah menuju diriku dan mengamit tanganku menuju masa depan, ataukah membunuh rasa hatiku? Itu lebih baik, bukan?


source and repost from: andhea-stories.tumblr.com